Virus Corona, Covid-19, saat ini sudah banyak menginfeksi penduduk dunia, termasuk Indonesia. Sebanyak 320 orang telah meninggal di Indonesia termasuk guru besar universitas dan tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan dalam menanggulangi virus ini. Organisasi kesehatan dunia (WHO) mengumumkan penyakit yang disebabkan oleh virus Corona sebagai pandemik pada 11 Maret 2020. Informasi terkait virus ini sangat banyak ditulis di publikasi-publikasi ilmiah, dan berbagai info grafis serta videoo juga tersebar agar masyarakat dapat memperoleh informasi yang diperlukan untuk pencegahan tertular virus ini. Frase social distancing dan WFH (work from home) pun mulai akrab terdengar di telinga masyarakat.
Banyaknya informasi yang kita terima kadang membingungkan karena informasi satu sumber dapat berbeda dengan yang lain. Lembaga Innovation Centre for Tropical Sciences (ICTS) berinisiasi mengadakan seminar online “Covid-19: Fakta, Pencegahan dan Teknologi Deteksi”. Seminar online ini diadakan pada hari Minggu, 12 April 2020 dengan tujuan memberikan informasi yang akurat terkait Covid-19 dan memberikan edukasi kepada masyarakat umum dalam pencegahan penyakit tersebut. Untuk hal tersebut, ICTS mengundang dr. Ferry Haki, M.Si yang merupakan ketua Bulan Sabit Merah Indonesia, kota Bogor dan beliau juga merupakan tim satgas Covid-19 Kementerian Pertanian, dan Dr. M. Arief Budiman yang merupakan peneliti senior teknologi genomik dan direktur program untuk Asia Tenggara dari Orion Genomics, Amerika Serikat. Seminar ini dilakukan live streaming menggunakan YouTube dan aplikasi zoom.
Peserta yang mendaftarkan diri berasal dari berbagai kalangan, antara lain mahasiswa/dosen dari beberapa universitas di Indonesia dan luar negeri, guru, tenaga kesehatan, LSM, perusahaan swasta, kementerian (Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Kehutanan), dan masyarakat umum.
Gambar 1. Dr. Ir. Paristiyanti Nurwardani, MP (sekretaris Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) memberikan sambutan.
Pembukaan disampaikan oleh sekretaris Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dr. Ir. Paristiyanti Nurwardani, MP. Beliau mengawali dengan ucapan terima kasih kepada ICTS dan seluruh pihak yang terkait dalam penyelenggaraan seminar online ini termasuk juga kepada narasumber/pembicara seminar, perlunya akademisi dan peneliti memberikan contoh yang konkrit terkait disiplin dan komitmen yang tinggi dalam bekerja dalam social distancing serta perlunya seluruh pihak, stakeholder baik dari pemerintah maupun swasta untuk bergotong royang bekerja sama mencari solisi untuk penanggulangan wabah Covid-19. Salah satu komitmen yang diberikan oleh Kemendikbud antara lain menyediakan 15 ribu relawan yang berkecimpung dalam penanganan Covid-19, anggaran sebesar 405 miliar rupiah untuk percepatan penanggulangan wabah termasuk juga fasilitas kesehatan, produksi APD (alat pelindung diri) dalam jumlah besar, penyediaan dana penelitian terkait pencegahan dan percepatan penanggulangan Covid-19 termasuk juga deteksi dan modelling prediksi waktu berakhirnya wabah, serta solusi pengembalian ekonomi Indonesia secepat mungkin.
Gambar 2. Dr. Ferry Haki (ketua Bulan Sabit Merah Indonesia, kota Bogor) menyampaikan materi tentang sejarah, pencegahan dan penanganan Covid 19.
Dr. Ferry Haki menyampaikan materi pengenalan terhadap virus Corona hingga pengobatan terhadap pasien yang terinfeksi. Sebagai pembukaan, beliau menyampaikan kata kunci bahwa virus Corona bukanlah hal yang sepele, namun bukan juga hal yang sangat menakutkan. Semua pihak termasuk masyarakat harus mewaspadai penyakit ini, namun jangan sampai informasi yang berlebihan menjadikannya sebagai teror yang sangat menakutkan bagi masyarakat awam. Virus jenis ini sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya, yaitu SARS dan MERS. Sehingga perlu disampaikan fakta-fakta/informasi yang kita gunakan sebagai benteng agar tetap waspada.
Beliau kemudian melanjutkan dengan informasi bahwa virus Corona dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan dengan gejala yang bervariasi (ringan hingga berat). Virus ini pertama kali diidentifikasi di Wuhan, China dan telah menyebar cepat di penjuru dunia dengan angka kematian infeksi sebesar 5,7% di dunia dan 8,4% di Indonesia (data hingga 8 April 2020). Infeksi terjadi melalui kontak tubuh, konsumsi makanan yang terinfeksi, dan droplet (percikan) saat batuk/bersin/bicara, sehingga penggunaan masker bedah sudah cukup untuk menghindari penularan tanpa perlu menggunakan masker dengan spesifikasi lebih tinggi seperti N95. Hampir semua orang yang terinfeksi penyakit ini mengalami demam tinggi, kecuali OTG (orang tanpa gejala). Selanjutnya beliau memaparkan kriteria kasus (setelah mengalami revisi ke-3 dan ke-4) antara lain ODP (orang dalam pengawasan), PDP (pasien dalam pengawasan), KER (kontak erat risiko) dan OTG. Dr. Ferry juga menjelaskan mengenai gejala dan tindakan terhadap kasus-kasus tersebut. Karena belum tersedia vaksin untuk virus Corona, pengobatan yang dilakukan berupa terapi suportif yaitu pemberian oksigen, cairan elektrolit, nutrisi dan antibiotik.
Gambar 3. Dr. Arief Budiman (Orion Genomics) memaparkan tentang teknologi deteksi SARS-CoV-2.
Pembicara kedua, Dr. Arief Budiman, memberikan pemaparan terkait perkembangan genomika dan diagnosa virus Corona. Beliau menyampaikan pentingnya penggunaan alat deteksi yang memiliki spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mengurangi kemungkinan hasil yang tidak akurat. Saat ini, metode deteksi terhadap virus Corona dapat dikelompokkan menjadi dua: metode deteksi berbasis antibodi (seperti rapid test) dan metode deteksi berbasis DNA virus (seperti real-time PCR). Selain lebih murah, Rapid test merupakan juga merupakan metode yang lebih sederhana dan dapat dilakukan di tempat tanpa perlu mengirim sampel ke lab rujukan dibandingkan dengan RT-PCR. Namun, metode ini akurasinya lebih rendah dibandingkan dengan RT-PCR.
Data terkait kapasitas RT-PCR dan ketersediaan laboratorium level II untuk deteksi virus menunjukkan bahwa pemerintah dapat meningkatkan jumlah sampel yang diuji dengan memperhatikan ketersediaan bahan test yang mencukupi dan sistem tracking yang baik. Selain itu, tantangan untuk Indonesia yang perlu dijawab adalah daerah pelosok yang memiliki kesulitan transportasi (pengiriman sampel) serta kurangnya tenaga ahli membutuhkan dikembangkannya teknik deteksi yang mudah dan murah.
Webinar diselenggarakan selama tiga jam dengan sesi akhir berupa tanya jawab langsung melalui Zoom atau pertanyaan tertulis via YouTube.
ICTS (Innovation Center for Tropical Sciences) merupakan lembaga non-pemerintah yang memfokuskan kegiatan dalam bidang riset, pengembangan pendidikan, pendayaguanaan dan pemberdayaan di bidang IPTEK tropis termasuk pangan, pertanian, kehutanan, pesisir dan lautan, energi terbarukan, lingkungan hidup, kesehatan dan farmasi, teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dan sistem informasi geografis (SIG). ICTS didukung oleh sumber daya manusia profesional/peneliti di berbagai bidang tersebut.